twitter rss

Menggerakkan jari telunjuk sebagai syarat ketika tasyahut

Label:

telunjuk tasyahud

 عَنْ ابْنِ عُمَرَ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَعَدَ فِى التــَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتَهُ الْيُسْرَىوَوَضَعَ يَدَهُ اْليُمْنَي عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَي وَعَقَدَ ثــَلاَثةَ َوَخَمْسِيْنَ وَأَشَارَ  بِالسَّبَابَةِ – رواه مسلم -Adakalanya kita mendapati orang yang melakukan suatu amalan kemudian kita menvonisnya salah secara spontan, tanpa mendalami dalil-dalil syar’i berkaitan amalan orang tadi miskalkan
disini adalah menggerakan jari ketika tasyahud. Bisa saja justru kita lah yang salah karena kita belum tahu akan hal itu, jadi alangkah baiknya dalam memahami suatu hal, kita terlebih dahulu membaca keterangan-keterangan dari suatu perkara tadi baik dari al Qur’an maupun as sunnah. maka alanbgkah baiknya kita menyimak dulu beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini

Dari Ibnu Umar t bahwasanya Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wassalam  apabila beliau duduk ketika tasyahud, beliau meletakkan tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri dan meletakkan tangannya yang kanan di atas lutut yang kanan dan mengikat 53 dan berisyarat dengan telunjuknya.” (HR.Muslim)
 عَنْ وَائِلٍ بْنِ حُجْرٍ أَنَّهُ قَالَ فِى صِفَةِ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَعَدَ فَافْتــَرَشَ رِجْلَهُ اليُسْرَي وَوَضَعَ كَفَّهُ اليُسْرَي عَلَى فَخْذَهُ وَرُكْبَتــَهُ الْيُسْرَي وَجُعِلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ اْلأَيْمَانِ عَلَى فَخْذَهُ الْيُمْنَي, ثُمَّ قَبَضَ سِنْتــَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَقَ حَلْقَةً, ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُوْ بِهَا( رواه أحمد والنساء )
Dari Wail bin Hujr Rahimahuallah , bahwasanya ia berkata dalam mensifati shalat Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wassalam, “Kemudian beliau duduk dan membentangkan kakinya yang kiri dan meletakkan telapak tangannya yang kiri di atas paha dan lututnya yang kiri dan menjadikan batasan (tempat) sikunya yang kanan di atas paha yang kanan, kemudian menggenggam dua jarinya (kelingking dan jari manis) dan melingkarkannya, kemudian mengangkat jari telunjuk maka aku (Wail bin Hujr) melihat Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wassalam menggerakan telunjuknya dan berdo’a dengannya.” (HR. Ahmad dan An Nasai)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّهُ ذَكَرَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُشِيْرُبِإِصْبَعِهِ إِذَا دَعَا وَلاَيُحَرِّكُهَا – رواه ابو داود-
Dari Abdullah bin Zubair Rahimahuallah bahwasanya ia menyebutkan bahwa Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wassalam memberi isyarat dengan jarinya (telunjuk) apabila berdo’a dan tidak menggerakkannya.”  (HR.Abu Daud)
Dari hadits-hadits ini dan juga hadits-hadits lainnya maka para ulama  berbeda pendapat, diantaranya :
1)      Madzab Hanafi berpendapat seseorang yang shalat berisyarat dengan telunjuk saja, apabila telunjuk tersebut terpotong atau sakit maka jari kanan yang lain tidak menggantikannya (tidak berisyarat dengan lainnya) dengan mengangkat telunjuknya pada lafazh ”laa ilaha” dan meletakkan pada lafazh “illallah”. Mengangkat telunjuk merupakan isyarat kepada penafian dan meletakkan telunjuk isyarat kepada penetapan.
2)      Madzab Maliki berpandangan disunnahkan ketika tasyahhud mengikatkan jari-jari kanan selain telunjuk dan ibu jari, dibawah ibu jari dan memanjangkan telunjuk dan ibu jari (cara 53) dan hendaknya terus mengerakkan jari telunjuk kekiri dan kekanan secara pelan dan tidak terlalu cepat.
3)      Madzab Syafi’i, menggenggam semua jari yang kanan kecuali telunjuk, dan berisyarat dengannya tatkala ucapan “illallah” dan meneruskan isyaratnya sampai berdiri (dalam tasyahud awal) dan sampai salam (dalam tasyahud akhir) sambil melihat ke telunjuk dan yang lebih afdhalmenggabungkan ibu jari dengan telunjuk.
4)      Madzab Hanabilah, menggenggam kelingking dan jari manis kemudian melingkarkan ibu jari dan jari tengah hingga membentuk cincin. Dan berisyarat dengan telunjuk didalam tasyahud dan doa’nya tatkala menyebutkan lafazh jalalah “Allah” dan tidak menggerakkannya.
5)      Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berpendapat bahwa berisyarat itu sepanjang shalat dan digerakkan tatkala berdo’a dan menggenggam jari sampai salam.
Belum ada kesepakatan diantara ulama dalam hal ini namun kebanyakan ulama madzhab (Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanabilah) berpendapat tidak menggerakkannya. Lalu apakah hadits no 2 dan 3 tadi bertentangan ? Dalam hal ini perkataan Imam Al-Baihaqi dirasa cocok untuk menjawabnya. Beliau berkata,”Boleh jadi maksud dari menggerakkan (pada hadits no 2) ialah isyarat dengan telunjuk bukan pengulangan penggerakannya (terus menerus) sehingga tidak bertentangan dengan hadits Abdullah bin Zubair (hadits no 3).” Maksudnya, mengangkat telunjuk dengan maksud isyarat itu sudah temasuk menggerakkan bukan digerakkan terus menerus.
Cara menggenggam jari :
  1. Cara ‘aqdi tsalasah wa khomsin, maksudnya mengikat atau menggenggam kelingking, jari manis serta jari tengah kemudian memanjangkan telunjuk dan ibu jari serta digabungkan pada ashlul musabahah / ruas telunjuk paling atas (maksud hadits no 1).
  2. Menggenggam kelingking dan jari manis kemudian melingkarkan jari tengah dan ibu jari sehingga membentuk cincin serta membiarkan telunjuk (mengangkatnya).
  3. Menggenggam semua jari dan berisyarat dengan telunjuk.
Disamping pendapat diatas masih ada pendapat – pendapat lain yang diutarakan, tapi hal yang sudah termaktub diatas – insya Allah – sudah mencukupi. Wallahu a’lam bishshawab.
Referensi :
-          Tuhfatul Ahwadzi II/163
-          Taudhihul Ahkam II/264
-          Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahib Al Arba’ah I/265
-          ‘Aunul Ma’bud III/197
-          Fatawa Al Lajnah Ad Daimah VII/56

Posting Komentar

Catagoris

Catagoris

Catagoris