twitter rss

Apakah Berpahala Orang Yang Bermaksiat Kemudian Beramar Ma’ruf Nahi Munkar?

Label:

Amar maruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah Ta’ala kepada setiap muslim dan muslimah Allah Ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَي الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah ada diantara kalian sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”( QS. Ali Imran : 104 )
Dan firman-Nya :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتــُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
“Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”( QS. Ali Imron : 110 )
         Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam menafsirkan surat Ali Imran ayat 104 di atas beliau berkata, “Hendaklah ada sekelompok orang dari umat ini menurut (melaksanakan/mengerjakan) urusan ini, meskipun hal tersebut wajib atas setiap individu dari umat ini (sesuai) dengan kemampuannya, sebagaimana telah tetap dalam shahih muslim dari Abi Hurairah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shollallahu alaihi wasalam, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah ia dengan tangannya, apabila tidak mampu, maka dengan lisannya apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan (hal) itu adalah selemah-lemahnya iman,” dalam riwayat lain “dan tidak ada di belakang hal tersebut dari keimanan meski seberat biji sawi.”
 Syaikh DR Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya usulud dakwah berkata, ”Dan ayat -ayat ini (maksudnya yang berkaitan dengan amar ma ruf nahi munkar) termasuk di dalamnya semua kaum muslimin” beliau juga berkata, “Sesungguh-nya yang dibebani dengan dakwah ilallah ialah setiap muslim dan muslimah karena umat Islam terdiri dari mereka, maka setiap yang baligh dan berakal dari umat Islam – dan umat Islam terbebani dengan dakwah ilallah – terbebani dengan kewajiban ini baik lelaki maupun perempuan.”
Dalam ayat yang kedua (Ali Imran: 110 ) Allah Ta’ala menyebutkan bahwa umat ini adalah umat yang terbaik bila terpenuhi syarat-syaratnya yaitu beramar maruf nahi munkar dan beriman kepada Allah sebagaimana yang dikatakan Mujahid dan Al Qurthubi.
 Lalu apakah kewajiban ini juga berlaku bagi kaum muslimin yang bermaksiat ?
Telah disebutkan di atas bahwa setiap individu muslim dan muslimat dikenai kewajiban beramar ma ruf  nahi munkar tanpa terkecuali termasuk pula para pelaku maksiat dari kalangan mereka, mereka tetap wajib beramar ma ruf nahi munkar.
“Terbebas dari kemaksiatan tidaklah menjadi syarat orang yang hendak mencegah kemungkaran. Bahkan orang-orang yang melakukan maksiat harus saling melarang satu sama lain.”
Ibnu Athiyah berkata, “Ijma’ kaum  muslimin telah menyatakan wajibnya amar maruf nahi munkar bagi siapapun yang mampu, serta melakukan pencegahan dangan cara yang ma’ruf dan tidak mendatangkan bahaya baginya serta kaum muslimin, apabila seseorang udzur dan tidak mampu mencegah kemungkaran karena salah satu sebab di atas, maka wajib baginya untuk mengingkarinya dengan hati dan tidak berbaur dengan pelaku kemungkaran.”
Sebagian ulama berkata, “Terbebas dari kemaksiatan tidaklah menjadi syarat orang yang hendak mencegah kemungkaran. Bahkan orang-orang yang melakukan maksiat harus saling melarang satu sama lain.”
Sebagian Ahli Ilmu Ushul berkata, “Diwajibkan bagi orang-orang yang minum-minuman  keras untuk saling melarang satu sama lain. Alasannya adalah firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Maidah ayat 78-79. Sebab lafazh di dalamnya yang berbunyi ”Mereka (tidak) saling melarang” dan ”yang mereka kerjakan” ini menunjukkan bahwa mereka melakukan bersama-sama sekaligus celaan bagi mereka karena tidak saling melarang dari kemungkaran.
Said bin Jubair berkata, “Jikalau seseorang menunda untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkarhingga ia bersih dari kesalahan. Maka tidak ada orang yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.”

Imam Malik berkata, “Lantas siapakah orang-orang yang tidak memiliki kesalahan?” Hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 44 yang berbunyi, “Mengapa kamu menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan, sementara kamu melupakan kewajibanmu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (taurat) maka tidaklah kamu berpikir ?”.
Penjelasan ayat ini dengan maksud diatas adalah orang yang wajib menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang munkar wajib mengerjakan kepada perbuatan yang diserukannya. Meski demikian bukan berarti orang yang bermaksiat terbebas dari kewajiban ini. Dan yang wajib beramar ma’ruf nahi munkar bukan orang yang terbebas dari dosa saja, sebab hal ini akan berakibat terbengkalainya amar ma’ruf nahi munkar.
Syaikh Salman bin Fadh Al-Audah  berkata, “Demi Allah, hal itu merupakan sikap yang tidak adil.” Maksudnya orang-orang yang bermaksiat terbebas dari kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar, sedangkan orang-orang yang taat dihukum karena meninggalkannya. Selanjutnya beliau berkata, “Maka wajib bagi orang yang melakukan maksiat seperti juga orang lain untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Di samping itu ia juga harus bersungguh-sungguh, jujur dalam melakukannya, serta tanpa disertai niat untuk  meremehkan dan mengolok-olok.”
 Lalu apakah mereka akan mendapatka pahala ?
Masalah mendapatkan pahala atau tidak itu adalah urusan Allah. Kita menghukumi hanya berdasarkan yang nampak dalam pebuatan dan dalil-dalil yang jelas. Apabila seseorang beramar ma’ruf nahi munkar dengan ikhlas walaupun ia seorang yang bermaksiat maka ia akan mendapatkan pahala berdasarkan firman Allah Ta’ala :
مَنْ جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرَ أَمْثَالِهَا
Barangsiapa yang datang dengan suatu kebaikan maka baginya sepuluh kali lipat.” (QS. Al-An’am : 160)
Juga firmannya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Maka barangsiapa yang mengerjakan suatu kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihatbalasannya.” (QS. Az-Zalzalah : 7)
Juga kaidah ushul menyebutkan :
الوَاجِبُ مَايُثَابُ عَلىَ فِعْلِهِ وَيُعَاقَبُ عَلىَ تَرْكِهِ
“Adapun hukum wajib adalah apa-apa yang diberikan pahala kepada pelakunya dan disiksa bagi yang meninggalkannya.”
Karena amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban maka berlakulah kaidah ushul diatas. Begitu pula di pondok ketika ada yang melanggar kemudian diiqob. Apabila pengiqob dalam melakukan tugasnya ikhlas untuk beramar ma’ruf bukan karena hasad, benci, main-main atau yang lainnya. Maka – insya Allah – iapun akan mendapatkan pahala.

Posting Komentar

Catagoris

Catagoris

Catagoris